Sandal jepit tidak hanya dikenakan oleh orang Asia Tenggara. Banyak orang di negara-negara Asia lainnya seperti Tiongkok dan Jepang juga gemar memakainya. Bahkan di Eropa dan Amerika Serikat, di mana orang-orang berpakaian lebih konservatif, sandal jepit perlahan-lahan mulai diterima. Namun, mungkin tidak ada tempat lain seperti orang Asia Tenggara yang memakai sandal jepit sebagai "pakaian standar" dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan "memakainya" sebagai pakaian tradisional.
Myanmar: Pejabat pemerintah mengenakan sandal jepit saat rapat
Orang-orang di negara-negara Asia Tenggara suka memakaisandal jepit, tetapi jika harus memilih "favorit", orang Burma seharusnya bisa menang dengan mudah. Myanmar adalah negara di mana pria dan wanita, terlepas dari acaranya, semuanya mengenakan sandal jepit. Dalam hal ini, Thailand, Laos, Kamboja, dan negara-negara lain yang masih terbiasa mengenakan sepatu kulit dalam acara formal masih "tertinggal" dari Myanmar.
Jika Anda sering menonton berita Myanmar, Anda akan menemukan bahwa para politisi di TV duduk tegak dan mengadakan rapat untuk membahas urusan nasional dengan tatapan serius, tetapi ketika Anda melihat ke bawah ke arah kaki mereka, semua orang mengenakan "sandal jepit". Ini bukan karena para pejabat bersikap santai dan longgar, tetapi karena di Myanmar, sandal jepit bukan hanya kebutuhan hidup, tetapi juga cukup formal dan dapat dikenakan dalam acara-acara resmi. Perlu dicatat bahwa dalam acara-acara resmi, orang Burma akan mengenakan sepasang kaus kaki di dalam sandal jepit untuk menunjukkan rasa hormat mereka.
Aung San Suu Kyi, yang dikenal sebagai "Jiwa Myanmar" dan "Simbol Demokrasi", pernah berpartisipasi dalam acara peringatan pembunuhan ayahnya, Jenderal Aung San, pahlawan kemerdekaan Myanmar. Aung San Suu Kyi mengenakan atasan putih polos, sarung hitam Myanmar, selendang hitam, dan sandal jepit pada hari itu, serta dengan hormat meletakkan bunga di depan makam ayahnya. Para tokoh penting "Liga Nasional untuk Demokrasi" dan pejabat pemerintah yang mendampinginya beribadah pada hari yang sama juga mengenakan sandal jepit seperti Aung San Suu Kyi.
Ketika China Communications Construction, sebuah perusahaan milik negara Tiongkok, baru saja datang ke Myanmar untuk berinvestasi dan membangun pabrik, staf Tiongkok sangat bingung mengapa para pekerja Myanmar datang ke lokasi konstruksi mengenakan sandal jepit, alih-alih sepatu pelindung kerja yang didistribusikan secara merata oleh unit tersebut. Kebiasaan tidak terbentuk dalam satu hari. Setelah staf Tiongkok dengan sabar menjelaskan berulang kali, para karyawan Myanmar secara bertahap menerima sepatu pelindung kerja yang lebih cocok untuk lokasi konstruksi.
Beberapa cendekiawan percaya bahwa "kecintaan" masyarakat Myanmar terhadap sandal jepit berkaitan dengan keyakinan agama mereka yang taat. Masyarakat Myanmar menganut agama Buddha, dan mereka akan pergi ke kuil Buddha untuk memuja Buddha dan bermeditasi ketika ada waktu luang. Di hati masyarakat Myanmar, biksu dan patung Buddha dianggap suci dan tidak boleh disentuh, sementara sepatu dianggap kotor, sehingga tidak boleh mengotori lantai kuil Buddha. Ini merupakan bentuk penghormatan kepada Buddha. Oleh karena itu, masyarakat Myanmar wajib melepas sepatu dan kaus kaki saat memasuki kuil Buddha. Dalam hal ini, sandal jepit yang mudah dipakai dan dilepas sangatlah praktis.
Indonesia: Sandal jepit menjadi kartu nama budaya
Meskipun mereka tidak memakaisandal jepitPada acara-acara resmi seperti di Burma, kecintaan orang Indonesia terhadap sandal jepit juga tak terbantahkan. Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan juga merupakan "negara sepuluh ribu pulau". Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, iklim Indonesia lebih panas dan lembap. Mereka lebih suka memakai sandal jepit karena iklimnya. Seorang teman Indonesia mengatakan kepada wartawan bahwa banyak kaki orang pedesaan Indonesia yang akan membusuk setelah sekian lama jika mereka memakai sepatu kulit dan sepatu olahraga seperti orang Tionghoa. Mereka lebih terbiasa memakai sandal jepit atau bertelanjang kaki. Di kota-kota Indonesia, bahkan di ibu kota Jakarta, kota terbesar di Asia Tenggara, masih ada orang yang berjalan tanpa alas kaki.
Peraturan lalu lintas di Indonesia tidak ketat, dan diperbolehkan berkendara dengan sandal jepit. Oleh karena itu, banyak orang Indonesia pergi bekerja atau menghadiri acara resmi. Umumnya, mereka berkendara dengan sandal jepit dan berganti sepatu kulit setibanya di tempat tujuan. Beberapa orang hanya menyimpan sepasang sandal jepit di dalam mobil.
Secara bertahap, sandal jepit telah menjadi ciri khas budaya Indonesia, bahkan menjadi bagian dari pakaian tradisional. Dahulu, orang Indonesia mengenakan sandal jepit mungkin karena kemiskinan atau karena gaya hidup yang kasual. Kebanyakan dari mereka mengenakan sandal jepit berkualitas rendah yang harganya sekitar 10 yuan per pasang.
Kini, ketika sandal jepit telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, masyarakat Indonesia semakin memperhatikan gaya dan kualitas sandal jepit, bahkan mengemasnya sebagai merek yang trendi. Di semua pusat perbelanjaan besar di Jakarta, Anda dapat melihat berbagai macam sandal jepit warna-warni di mana-mana. Kisaran harganya pun sangat luas, dari yang termurah beberapa yuan hingga yang termahal ribuan yuan. Bisa dibilang, Anda bebas memilih sandal jepit yang sesuai dengan kebutuhan, apa pun kelas sosial Anda.
Singapura: “Slippers Party” menarik perhatian
Meskipun Singapura juga merupakan negara Asia Tenggara yang sesungguhnya, dengan aura “satu-satunya negara maju di Asia Tenggara”, Singapura, yang selalu “mewah”, tampaknya sulit dikaitkan dengan perilaku “kelas bawah” yang tidak konsisten. Namun, pada kenyataannya, warga Singapura juga merupakan penggemar setiasandal jepit, dan mereka pun tidak kalah dengan negara lain, karena mereka sudah “mengangkat” penggunaan sandal jepit menjadi sebuah gaya hidup.
Perlu disebutkan bahwa Singapura, dengan jumlah penduduk Tionghoa yang besar, sangat dipengaruhi oleh Hong Kong dan Taiwan, sehingga sandal jepit lebih sering disebut sandal jepit. Saat berjalan-jalan di Singapura, jika Anda melihat pria tampan mengenakan jaket dan kacamata hitam, tetapi ia mengenakan sandal jepit, jangan kaget, itu adalah pakaian yang umum dikenakan pria modis di Singapura. Wanita Singapura juga menyukai sandal jepit warna-warni. Wanita yang mencintai kecantikan akan menggosok kaki dan memotong kuku kaki mereka sebelum keluar rumah untuk memastikan kaki mereka dalam kondisi terbaik, agar sandal jepit mereka yang paling indah dapat terlihat.
Singapura dikenal dengan hukum dan aturannya yang ketat. Mengenakan sandal jepit dilarang di perpustakaan universitas. Namun, banyak pemuda dan pemudi di Singapura masih masuk dengan sandal jepit. Seiring waktu, para pengelola perpustakaan menutup mata.
Dalam pemilihan umum Singapura tahun 2006, sebuah partai oposisi kecil menarik banyak perhatian. Semua kandidat partai ini mengenakan sandal saat berkampanye, sehingga mereka juga disebut "Partai Sandal" oleh media. "Partai Sandal" mengklaim bahwa sandal melambangkan kesederhanaan dan tanpa kemasan. Mereka mengenakan sandal saat berkampanye dengan harapan mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap perilaku partai yang berkuasa dalam urusan dalam dan luar negeri.
Meskipun “Slipper Party” gagal menimbulkan gejolak di arena politik, kemunculannya seolah menunjukkan dari perspektif lain bahwa sandal di Singapura bukan hanya pakaian yang nyaman dan indah, tetapi juga sikap hidup sebagian orang.
Waktu posting: 25-Mar-2025